Sabtu, 29 Januari 2011

" WAHAI ORANG YANG BERTAUBAT"



Barang siapa menjaga lisannya dari kata-kata yang
sia-sia, Ia akan bisa menjaga jiwanya.


Pertaubataan merupakan awal seorang hamba menjadi pelaku sufi atau zahid. Di zaman khalifah Abu bakar As Shiddiq, Abu Wail Syaqiq bin Salamah pernah mengikuti kaum murtad, tetapi Ia segera bertobat setelah ditawan oleh Khalid bin Walid.
Abu Wail termasuk salah satu gollongan tabi'in, generasi setelah sahabat Nabi Saw.

Orang yang mengamalkan hidub zuhud (tidak mementingkan kehidupan duniawi, dan hanya mendekatkan diri kepada Allah SWT).
Setelah Allah SWT memberikan hidayah kepada Abu Wail untuk kembali memeluk Islam, lelaki yang lahir pada tahun 1 Hijriyah belajar kepada para sahabat, seperti; Umar bin Khatthab, Ustman bib Affan, Ali bin Abi Thalib, Amr bin Ash, Abu Musa bin Al-Asy'ari,Abu Hurairah, Ummu Salamah, dan terutama Ibnu mas'ud, sehingga Abu wail termasuk dalam jajaran derazat yang salih. Abdulah bin Mas'ud yang lama menjadi gurunya dikota Kufah (Irak) selalu menyebutnya, "Wahai orang yang bertaubat."
Ada satu pendidikan yang sangat membekas di hati Abu Wail. Suatu ketika Ibnu Mas'ud pernah berpapasan dengan Abu Wail, yang kala itu sedang membawa mushaf Al-Qur'an yang berhiaskan emas. Ibnu Mas'ud berkata; " sungguh yang paling baik untuk menghias Al-Qur'an adalah membacanya dengan benar."
Ashim bin Abu Nujud, imam para qari' yang hidup sezaman dengannya memberikan kesaksian' "Aku tidak pernah melihat Abu wail berpaling dalam sahalatnya, begitu juga selain shalat."
Ashim pernah mendengar Abu Wail berdo'a saat sujud. Diantara do'anya;
" Tuhan, ampunilah aku! Tuhan, maafkanlah aku! jika engkau memaafkan aku, panjangkanlah keutamaanku, jika engkau mengazabku, bukan oleh orang yang zhalim padaku."
Kemudian Abu Wail menangis hingga kedengaran sampai keluar masjid.
Ashim kembali memberikan kesaksian," Aku tidak pernah mendengar Abu Wail mencaci manusia atau bahkan binatang."
Az-Zabarqand, ulama yang lain menceritakan, "Suatu ketika aku bersama Abu Wail. Lalu aku mencaci Al-Hajjal bin Yusuf (gubenur Kufah) dan menyebut-nyebut keburukannya.
Abu Wail berkata, " jangan mencacinya. Siapa tau dia berdo'a; Ya Allah ampunilah aku, maka Allah mengampuninya."
Inilah keutamaam yang diberikan Allah untuk menjaga lisan seseorang. Barang siapa menjaga lisannya dari kata yang sia-sia, Ia akan menjaga jiwanya.

Berhati-hati pada pemberian

Abu Wail juga terkenal sangat berhati-hati menerima pemberian dari orang lain. Untuk menjaga hidupnya bersih dengan harta yang halal, Abu Wail selektif menerima pekerjaan dari para pejabat umayah. Karena Al-Hajjaj, sebagai gubenur memerintah dengan kejam dan zhalim, sehingga harta pemerintahannya dianggap penuh subhat.
Abu Wail juga pernah mendapat cobaan bertemu dengan Al-Hajjaj, yang memanggilnya keistana. Sebagai warga negara yang baik Ia memenuhi panggilan itu, meski tetap waspada.
Ketika keduanya bertemu' Al-Hajjaj bertanya; "siapa namamu?"
Abu Wail langsung menjawab; "tidak mungkin seorang amir memanggilku kalau tidak tau siapa namaku."
"Kapan engkau tinggal di negri ini?"
"pada malam-malam penduduknya menetap."
" Apa yang engkau baca dari Al-Qur'an?"
"Aku membaca Al-Qur'an yang kalau kuikuti akan mencukupiku."
"Kami ingin menugasimu sesuatu."
"Pekerjaan apa?"
"Sisilah."
"Sisilah tidak pantas kecuali bagi mereka yang melakukannya (meneladani para pendahulu). kalau engkau minta bantuanku, engkau minta tolong kepada seorang yang lemah. Kalau Amir memafkanku, itulah yang kucintai."

Abu Wail Syaqiq bin Salamah meninggal pada tahun 82 Hijriyah di kota Kufah (Irak).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar