Kamis, 06 Maret 2014

Fenomena Calon Anggota Legislatif

Fenomena calon legislatif melakukan ritual ketempat keramat meningkat menjelang pemilihan umum di Indonesia. Para calon wakil itu menanggalkan rasionalitas untuk mengejar jabatan (detikNews,4/3).
Berbagai aksi tidak rasional dilakukan para caleg demi ambisi. Ritual ditempat keramat, mendatangi makam keramat, bahkan ritual "nyembah' pohon besar. Jasa paranormal, dukun, dan ahli spritual juga menjadi langganan para caleg.

Tidak Rasional Akibat Sistem   

Mengunjungi tempat keramat menjelang pemilihan umum, umumnya dilakukan para caleg yang memiliki kepercayaan diri yang lemah. Ongkos besar yang dikeluarkan menjelang pemungutan suara, membuat pola pikir seorang caleg tidak rasional. Pemilu 2014 ini para caleg harus bekerja lebih keras dan jor-joran. Persaingan akan lebih ketat bila dibandingkan dengan pemilu 2009. Selain jumlah caleg lebih banyak, "harga" satu kursi di Dewan Perwakilan Rakyat RI dipastikan juga lebih mahal. Baik harga finansial maupun harga berupa jumlah suara yang harus diperoleh untuk bisa duduk dikursi Dewan.

Bisa Gila Beneran 

Menurut Prof.Dadang Hawari memperkirakan, pada 2014 ini saya pikir akan lebih banyak caleg gila dibandingkan 2009.(Media umat, eddisi122).
Bahkan menurut dr. Tedy Hidayat, psikiater yang juga ketua penanggulangan narkoba RS Hasan Sadikin Bandung, memprediksi stres caleg akan meningkat 30% baik yang terpilih maupu yang gagal.(Gala Media,21/1).

Sistem Yang Membuat Gila 

Sistem politik pemilu membuat kotentasi didalam pemilu jadi sangat mahal, persaingan sangat ketat, dan peluang berhasil sangat kecil. Peluang caleg hanya 10% untuk DPR ada 560 kursi, DPD 132 kursi, DPRD Provinsi 2.112 kursi, dan DPRD kab. Kota  16.895 kursi. Total Nasional ada 19.699kursi. Dan itu harus diperebutkan sekitar 200 ribu caleg. Artinya hanya sekitar 10% yang akan berhasil. Sekitar 180ribu caleg atau sekitar 90% yang akan gagal.
Kecilnya peluang itu masih diperumit lagi oleh sistem pemilu yang ada. Dengan sistem yang ada persaingan sengit bukan hanya dengan caleg partai lain, tetapi juga antar caleg satu partai yang Dapilnya sama

Dan untuk tingkat DPR, hanya partai yang mendapat sura total Nasional minimal 3,5% yang dikenal sebagai angka parliamentry treshold saja yang akan duduk di DPR. Jika partainya tidak lolos maka maka ambisi caleg tersebut akan kandas, meski Ia meraih suara terbanyak.

Semua persaingan tersebut  membuat setiap caleg akan berjuang habis-habisan agar dapat suara terbanyak. Segala cara dilakukan. Adu banyak iklan, baliho,spanduk, poster,stiker, kaos, blusukan, sumbangan, an bantuan sembako. Banyak-banyakan tim kampanye dan pemenangan untuk rekrut suara dari pintu kepintu.

Bisa dibayangkan ketika gambarnya sudah tertampang dimana-mana calon wakil rakyat sudah habis-habisan harta, boleh jadi sudah jual tanah, mobil, utang disana sini, dan sebagainya, lantas gagal jelas tekanan batin akan menimpanya. Yang tidak kuat akan mengalami ganguan jiwa baik ringan hingga gila. Merekalah korban pertama dari sistem politik pemilu, atas kemauan, kesadaran, dan pilihan sendiri.

Rakyat Jadi Korban

Sementara caleg yang terpilih nanti justru menjadi problem baru bagi rakyat. Rakyat akan menjadi korban dari prilaku caleg terpilih yang koruptif,kolutif, dan permisif.

Biaya politik tinggi itu meminta konfensasi dan membawa konsekuensi. Konfensasinya, caleg harus mengkonfensasi dana yang dia peroleh dari cukong, jika dana kampanyenya berasal dari cukong. Itu melalui dua cara; pertama, kebijakan yang menguntungkan para kapitalis, seperti pemberian konsesi lahan atau tambang, keringanan pajak,pembebasan bea, pajak dibayari negara. Atau cara kedua, dengan rekayasa dan pengaturan proyek. Proyek dibuat dan dibagi-bagi kepada cukong-cukong tersebut.

Juga membawa konsekuensi, yaitu bagaimana secepatnya kembali modal. Maka begitu terpilih, caleg pun berubah pelupa, lupa pada rakyat,lupa pada janji-janji kampanye, lupa moral, bahkan berpura-pura lupa pada dosa. Cara korupsi, manipulasi, dan cara-cara kotor lainnya dilakukan. Dan ditambah dengan memperbesar pendapatan legal atas nama tunjangan, peningkatan gaji, fasilitas, insentif, dll.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar