Jumat, 20 September 2013

Faham Keselamatan Dalam Budaya Jawa

Keselamatan memang sebuah harga yang mahal, karena ia mencangkup dimensi lahir dan batin.
Kesalamatan lahir dan batin tidak dapat dipisahkan, keduanya harus serentak di usahakan. Mencari salah satu   keselamatan saja hanya fokus pada lahir atau batin saja tidak akan didapatkannya atau dengan kata lain para pencari itu ahirnya tidak akan mendapatkan apa- apa,karena keduanya saling mensyaratkan.


Faham keselamatan budaya Jawa ini sangat luas,sekalugus mendalam. Bisa jadi orang " tidak selamat"  karena Ia secara tradisi dianggap sebagai sukerta(punya cacat rohani), tidak setia pada visi/misi orang Jawa yang terkenal dengan sikap-sikap kebijaksanaan yang luhur seperti sepi ing pamrih,rame ing gawe, memayu hayuning buwana yang mencapai puncaknya adalah manuggaling kawulo- gusti.

Manunggaling kawulo-gusti adalah cita-cita yang paling tinggi dalam ajaran kajawen, karena bagi siapa saja yang telah mencapainya akan mendapatkan keselamatan dan kesempurnaan atau pembebasan abadi.
Oleh karena itu seluruh laku tradisi atau laku Jawa ditunjukan untuk mencapai kondisi itu.

Kondisi "tidak selamat" selain disebabkan adanya kelemahan pada diri orang yang bersangkutan, bisa juga karena orang berseberangan dengan kebiasaan atau aturan sosial dalam masyarakatnya, dengan kata lain "orang tidak selamat" karena tidak mampu hidup selaras dengan masyarakatnya (komonitasnya) dan dengan alam semesta. 
Dewasa ini kondisi "tidak selamat" yang hadir dalam orang/masyarakat Jawa( atau yang lain) adalah hadirnya sekaligus ancaman budaya globalisasi- Neoliberalisme yang telah merasuk keseluruh lapisan masyarakat tradisional. Maka menjadi tugas budaya Jawa (dan budaya kearifan lokal lain) untuk mencegahnya, dan ini merupakan tugas kita bersama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar